Entri Populer

Selasa, 26 Juli 2016

Satu Hari di Kota Semarang

Semarang termasuk kota tujuan trip saya yang selalu masuk wacana aja, tapi mumpung ke Pulau Karimun Jawa transitnya di Kota Semarang, saya nggak mau melewatkannya. Memang saya terikat banget sama waktu hanya 1 hari 1 malam. Sulit juga mengatur waktu keliling Kota Semarang hanya 1 hari apalagi kalau ngeteng.

Lawang Sewu
Lawang Sewu

Menunggu jadwal kereta peserta open trip Karimun yang lain kita mengunjungi bangunan Lawang Sewu. Tiket Rp 10.000,-/orang dengan guide local, kami diceritakan sejarah dan diajak berkeliling bangunan bekas kantor pusat Kereta Api Hindia Belanda ini.

Lawang Sewu yang berarti seribu pintu dalam bahasa Jawa, terletak di persimpangan tugu muda. Bangunan kuno art deco ini terawat dengan baik dan dibangun oleh Belanda dengan amat sangat matang tiap detailnya.
Pelataran dalam Lawang Sewu
Pohon mangga Lalijiwo di pelataran Lawang Sewu
Saya rangkum cerita ini dari cerita sang tour guide dan pengamatan saya (keren kan !). Saya berani klaim perhitungan matang karena saat Belanda membangun Kantor Pusat Kereta Api ini mereka melihat aspek geografis Kota Semarang. Kota Semarang berada di tengah Pulau Jawa, aspek strategis itu yang menyebabkan kenapa Semarang dijadikan Kantor Pusat Perkeretaapian Hindia Belanda.

Jaman dahulu jalur laut merupakan transportasi paling popular antar pulau maupun luar negeri. Tanjung Mas Semarang, menjadi pintu gerbang perdagangan Hindia Belanda di Jawa Tengah saat itu. Untuk mendistribusikan ke sekitar pulau Jawa dibutuhkan kereta api mengangkutnya.

Sejak dulu Semarang dikenal banjir, tepatnya bajir rob, karena letaknya di pesisir utara pantai Laut Jawa, maka tidak heran jika air laut seringkali membanjiri pemukiman. Bahkan saat saya mengunjungi Semarang banjir rob tengah menggenangi jalan yang saya lewati. Orang Semarang beralasan karena pantai yang seharusnya menjadi jalur air laut malah dibangun pemukiman. Jadi, manusia kan yang salah !

Mobil sempat melewati banjir rob

Karena itulah, Belanda membangun Lawang Sewu dengan banyak lubang dan saluran air di sekelilingnya. Konon ruang bawah tanah yang katanya sebagai penjara juga sebagai saluran air banjir. Ya ruang bawah tanah yang di acara TV muncul kuntilanaknya itu, beberapa waktu terakhir sudah ditutup untuk umum.

Ada 2 pintu masuk ke ruang bawah tanah tersebut. Hanya 1 yang dibuka dahulu, kenapa sudah ditutup ?! karena tiap pengunjung yang masuk pasti ada saja yang kesurupan, ngeri juga ya, maka tangga menuju ruang bawah tanah tersebut dihilangkan. Si bapak guide ini mengebu-gebu kalau nggak setuju ruang bawah tanah ditutup, karena menurutnya berpotensi sebagai wisata, misalnya wisata malam. Ah si bapak ada-ada aja, saya aja yang cuma liat lorong gelap itu merinding disko, ini malah wisata malam, ya nggak apa-apa sih, mungkin petugasnya jangan sampai capek sadarin orang kesurupan tiap waktu tiap hari.

pintu menuju ruang bawah tanah

Lawang sewu nggak benar-benar punya pintu seribu, hanya mendekati seribu. Bangunan buatan Belanda di Indonesia identik memiliki pintu dan jendela yang tinggi dan banyak, karena iklim Indonesia yang tropis. Selain ruang kantor yang selalu ada keran air di tiap sudutnya, ada juga aula tempat orang-orang Belanda berpesta, ruang pengintai di atap gedung tanpa tiang pancang, menara gedung yang diatasnya terdapat tandon air hujan, bangunan sumur, dan toilet.

Rangka perahu terbalik di atap dimanfaatkan sebagai tempat pengintai
Jendela kaca patri wanita api dan air yang sarat makna
Menara yang dimanfaatkan sebagai tandon air hujan
Tempat parkir sepeda karyawan Hindia Belanda
Nah toilet ini paling mencuri perhatian saya, selain penasaran dari cerita dari tour guide. Berasa di film Harry Potter suasana toiletnya, desain wastafel yang lebar dengan keran yang asli cap Amsterdam Belanda, serta urinoir laki-laki yang nggak seperti pada umumnya.


Lawang Sewu juga menjadi saksi bisu pertempuran lima hari para pejuang Indonesia dari Belanda. Beberapa pejuang yang mati dikubur di pekarangan samping gedung, dengan bantalan kayu kereta api sebagai penandanya. Namun, jasad pejuang tersebut sudah dipindahkan ke Makam Pahlawan.

Ada hal menarik dari si bapak tour guide Lawang Sewu saya, biar kelihatannya sudah tua dan lusuh tapi doi semangat banget cerita sejarahnya bahkan kalau coba saya revisi dia nggak mau terima :D dan doi juga pintar ambil angel foto buat tamunya dan mahir banget mengoperasikan Iphone bahkan ngatur kami buat ikutin gaya dia. Menurut saya itu full service si bapak sebagai tour guide, kerja tuntas memuaskan, manur nuwun nggih pak !
Hasil jepretan pak tour guide

Cari Hostel murah backpaker di Semarang
Plang Imam Bonjol hostel

Setelah browsing tentang penginapan murah di Semarang, Hostel Imam Bonjol jadi pilihan kami karena tersedia 1 room 4 guest Rp 300.000,-/malam . Untungnya hostel hanya 500m dari Lawang Sewu. Terletak di Jalan Imam Bonjol Semarang, bangunan berbentuk ruko diatas Alfamart.

Tempatnya bersih, ibu resepsionisnya baik, kamar mandi ada 4, air mineral sepuasnya, kamar bersih dan AC, dan tempat strategis. Karena hostel backpacker, maka jangan heran kalau banyak bule di situ.

Simpang Lima
Simpang Lima di malam hari (panorama)

Setelah Isya saya beranjak ke Simpang Lima untuk berkeliling sekalian makan malam. Jalan raya di depan hostel saya tidak ada angkot yang langsung menuju Simpang Lima. Maka saya jalan kaki ke depan Lawang Sewu, disana rata-rata angkot menuju ke Simpang Lima. Ada Mikrolet, Trans Semarang, dan Shuttle gratis.

Saya memesan tahu gimbal khas Semarang. Tahu gimbal berisi tahu putih goreng, bakwan udang, ketupat, dan kol mentah yang semuanya diiris dan disiram kuah sambel kacang, Rp 15.000,-/porsi. Teman saya yang lain memesan nasi kucing angkringan. Sekeliling Simpang Lima berjejer tenda-tenda makan, tepat untuk kulineran.
Tahu gimbal khas Semarang
Kami di angkringan Simpang Lima

Kenyang, saya berkeliling Simpang Lima, banyak penyewaan sepeda lampu warna-warni. Kami memilih duduk di bangku taman menikmati satu malam di Simpang Lima. Tak terasa waktu menunjukan hampir jam 22:00, kami kembali ke hostel by taksi.

Berburu Bandeng dan wingko babat
Jl Pandanaran di malam hari sebagai pusat oleh-oleh

Hari ini hari terakhir saya mengakhiri trip Karimun-Semarang. Saya hanya punya waktu setengah hari untuk menjelajah Semarang. Memang nggak cukup, rencana mengunjungi klenteng Sam Poo Kong tapi apa daya waktu saya terbatas.

Oiya saya sempat shuttle  gratis. Mobil ini tipe Elf 12 orang, kalau dilihat dari gambar stiker di bodi mobil ditujukan sebagai kendaraan wisata keliling Semarang. Kami hanya menunggu di halte shuttle yang sudah disediakan dan shuttle akan berangkat berapa pun jumlah penumpangnya. Sayangnya ini masih uji coba, jadi rute yang dilaluinya sangat pendek sebagai shuttle wisata. Pemkot Semarang baru berencana menambah pemberhentian wisata nanti. Oke fix nanti saya main lagi ke Semarang.

Saat ini shuttle gratis baru melayani pusat kuliner Batan, Jl MH Thamrin, Jl Pandanaran, Tugu Muda, dan kembali ke Pandanaran. Shuttle beroperasi dari jam 07:00 – 22:00 WIB dan kendaraan ini terbilang masih baru. Ya Pak Ganjar, gambar shuttlenya gereja blenduk Kota Lama, tapi shuttlenya nggak sampai sana L.
Shuttle bus gratis

Apalagi kalau bukan Bandeng dan wingko yang kami borong untuk keluarga dan rekan kantor. Secukupnya aja sih biar nggak dibilang pelit, kalau aja orang tahu kalau namanya ngetrip atau traveling itu butuh finansial yang nggak sedikit juga, biar kata temanya backpakeran. (malah curhat)
Pusat oleh-oleh banyak berjejer di sepanjang jalan pandanaran. Shuttle gratis juga berhenti di sini.

Saya terasa dikejar waktu, karena kereta berangkat jam 19:25. Si ibu hostel baik hati mengijinkan ransel kami dititipkan di meja resepsionisnya. Daripada kami belanja oleh-oleh sambil gendong ransel.

Rutinitas harian memanggil kami sebagai pegawai teladan, saya pamit untuk penutup yang manis di Kota Semarang. Menuju Stasiun Semarang Tawang yang nggak kalah eksotis bangunannya dan bikin kangen.

FYI :
Hostel Imam Bonjol
Jl Imam Bojol 177B (alfamart) Semarang
500m dari Lawang Sewu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar